MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN 4D
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti
yang kita ketahui saat ini, sebagian besar keadaan pembelajaran di
sekolah-sekolah kita masih sangat konvensional, seperti penyampaian materi
hanya diceramahkan, penyusunan materi yang sekedarnya atau materi hanya
bersumber dari buku-buku teks yang belum tentu sesuai dengan keadaan
sekolahnya, padahal buku-buku teks yang banyak beredar saat ini adalah produk
nasional yang tidak memperhatikan karakteristik tiap satuan pendidikan seperti
yang dinginkan kurikulum saat ini, yaitu kurikulum 2013.
Dalam
PP nomor 19 tahun 2005 Pasal 20, diisyaratkan bahwa guru diharapkan
mengembangkan materi pembelajaran sendiri, yang kemudian dipertegas malalui
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 41 tahun 2007
tentang Standar Proses, yang antara lain mengatur tentang perencanaan proses
pembelajaran yang mensyaratkan bagi pendidik pada satuan pendidikan untuk
mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Salah satu elemen dalam
RPP adalah sumber belajar. Dengan demikian, guru diharapkan untuk mengembangkan
bahan pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar.
Bahan
Pembelajaran merupakan komponen isi pesan dalam kurikulum yang harus
disampaikan kepada siswa. Komponen ini memiliki bentuk pesan yang beragam, ada
yang berbentuk fakta, konsep, prisnsip/kaidah, prosedur, problema, dan
sebagainya. Komponen ini berperan sebagai isi atau materi yang harus dikuasai
oleh siswa dalam kegiatan pembelajaran. Ruang lingkup materi pembelajaran telah
tersusun secara sistematis dalam struktur organisasi kurikulum dalam hal ini
adalah standar isi.
Sifat
materi yang tersusun dalam standar isi hanya bersifat pokok-pokok materi, maka
untuk kelancaran dalam pelaksanaan pembelajaran, materi pembelajaran perlu
dikembangkan terlebih dahulu dengan cara melengkapinya dalam bentuk bahan
pembelajaran yang utuh. Pada saat pembelajaran akan dilaksanakan, hendaknya
seorang tenaga pendidik yang profesional harus memahami karakteristik ini pesan
pembelajaran yang akan disampaikan, agar tidak salah dalam memilih bahan
pembelajaran yang akan digunakan.
Dalam
mengembangkan bahan pembelajaran perlu diperhatikan model-model pengembangan
guna memastikan kualitasnya, seperti yang diungkapkan oleh Syaiful Sagala
(2005:136), penggunaan model pengembangan bahan pembelajaran yang pengembangan
pengajaran secara sistematik dan sesuai dengan teori akan menjamin kualitas isi
bahan pembelajaran. Model-model tersebut antara lain, model ADDIE, ASSURE,
Hannafin dan Peck, Gagne and Briggs serta Dick and Carry. Dari beberapa model
tersebut tentu memiliki karakteristik masing-masing yang perlu lebih dalam lagi
dipahami. Maka dari itu kita peroleh bahwa pemilihan bahan pembelajaran perlu
diperhatikan dalam kesesuaian dengan standar isi dan lebih-lebih pemilihan
bahan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa. Oleh karena itu,
pada makalah ini akan membahasas mengenai model-model pengembangan bahan ajar
yang dianggap penting diketahui untuk mengembangkan bahan ajar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
landasan diatas dapat kami rumuskan permasalahan yang akan kita bahas sebagai
berikut:
1. Bagaimana prosedure pembelajaran
model 4D?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui prosedure
pembelajaran model 4D.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Model Pengembangan
Model pengembangan diartikan
sebagai proses desain konseptual dalam upaya peningkatan fungsi dari model yang
telah ada sebelumnya, melalui penambahan komponen pembelajaran yang dianggap
dapat meningkatkan kualitas pencapaian tujuan (Sugiarta, 2007:11). Pengembangan
model dapat diartikan sebagai upaya memperluas untuk membawa suatu keadaan atau
situasi secara berjenjang kepada situasi yang lebih sempurna atau lebih lengkap
maupun keadaan yang lebih baik.
Pengembangan disini artinya
diarahkan pada suatu program yang telah atau sedang dilaksanakan menjadi
program yang lebih baik. Hal ini seiring dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Adimiharja dan Hikmat, 2001:12 (dalam Sugiarta A.N, 2007:24) bahwa
“pengembangan meliputi kegiatan mengaktifkan sumber, memperluas kesempatan,
mengakui keberhasilan, dan mengintergrasikan kemajuan”.
Pengembangan model baru disusun
berdasarkan pengalaman pelaksanaan program yang baru dilaksanakan, kebutuhan
individu atau kelompok, dan disesuaiakan dengan perkembangan dan perubahan
lingkungan belajar warga belajar.
B.
Model-Model Desain Pengembangan Pembelajaran
Dalam desain pembelajaran dikenal
beberapa model yang dikemukakan oleh para ahli. Secara umum, model desain
pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam model berorientasi kelas, model
berorientasi sistem, model berorientasi produk, model prosedural dan model
melingkar.
Model berorientasi kelas biasanya
ditujukan untuk mendesain pembelajaran level mikro (kelas) yang hanya dilakukan
setiap dua jam pelajaran atau lebih. Contohnya adalah model ASSURE. Model
berorientasi produk adalah model desain pembelajaran untuk menghasilkann suatu
produk, biasanya media pembelajaran, misalnya video pembelajaran, multimedia
pembelajaran, atau modul. Contoh modelnya adalah model hannafin and peck. Satu
lagi adalah model beroreintasi sistem yaitu model desain pembelajaran untuk
menghasilkan suatu sistem
pembelajaran
yang cakupannya luas, seperti desain sistem suatu pelatihan, kurikulum sekolah,
dll. contohnya adalah model ADDIE. Selain itu ada pula yang biasa kita sebut
sebagai model prosedural dan model melingkar. Contoh dari model prosedural
adalah model Dick and Carrey sementara contoh model melingkar adalah model
Kemp. Adanya variasi model yang ada ini sebenarnya juga dapat menguntungkan
kita, beberapa keuntungan itu antara lain adalah kita dapat memilih dan
menerapkan salah satu model desain pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik yang kita hadapi di lapangan, selain itu juga, kita dapat
mengembangkan dan membuat model turunan dari model-model yang telah ada,
ataupun kita juga dapat meneliti dan mengembangkan desain yang telah ada untuk
dicobakan dan diperbaiki. Kesemua model tersebut juga dapat dimodifikasi untuk
melakukan pengembangan bahan ajar.
1.
Rancangan Pengembangan Bahan Ajar Model 4D
Model pengembangan perangkat Four-D Model disarankan oleh Sivasailam
Thiagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel (1974). Model ini terdiri
dari 4 tahap pengembangan yaitu Define,
Design, Develop, dan Disseminate
atau diadaptasikan menjadi model 4-D, yaitu pendefinisian, perancangan,
pengembangan, dan penyebaran.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan
pada setiap tahap pengembangan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Define (Pendefinisian)
Kegiatan pada tahap ini dilakukan
untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pengembangan. Dalam model
lain, tahap ini sering dinamakan analisis kebutuhan. Tiap-tiap produk tentu
membutuhkan analisis yang berbeda-beda. Secara umum, dalam pendefinisian ini
dilakukan kegiatan analisis kebutuhan pengembangan, syarat-syarat pengembangan
produk yang sesuai dengan kebutuhan pengguna serta model penelitian dan
pengembangan (model R & D) yang cocok digunakan untuk mengembangkan produk.
Analisis bisa dilakukan melalui studi literature atau penelitian pendahuluan. Thiagarajan
(Online), menganalisis 5 kegiatan yang dilakukan pada tahap define yaitu:
analisis ujung depan (front-end analysis),
analisis siswa (learner analysis),
analisis tugas (task analysis),
analisis konsep (concept analysis) dan
perumusan tujuan pembelajaran (specifying
instructional objectives).
1)
Front and analysis. Pada tahap ini, guru melakukan
diagnosis awal untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pembelajaran.
2)
Learner analysis. Pada tahap ini dipelajari
karakteristik peserta didik,
misalnya: kemampuan, motivasi belajar, latar belakang pengalaman, dsb
3)
Task analysis. Guru menganalisis tugas-tugas
pokok yang harus dikuasai peserta
didik agar peserta didik dapat mencapai kompetensi minimal.
4)
Concept analysis. Menganalisis konsep yang akan
diajarkan, menyusun langkah-langkah
yang akan dilakukan secara rasional.
5)
Specifying instructional objectives. Menulis
tujuan pembelajaran, perubahan perilaku yang diharapkan setelah belajar dengan
kata kerja operasional.
Menurut Mulyatiningsih (Online)
dalam konteks pengembangan bahan ajar (modul, buku, LKS), tahap pendefinisian
dilakukan dengan cara: 1) Analisis kurikulum, 2) Analisis karakteristik peserta
didik, 3) Analisis materi.
1)
Analisis kurikulum
Pada tahap awal, peneliti perlu
mengkaji kurikulum yang berlaku pada saat itu. Dalam kurikulum terdapat
kompetensi yang ingin dicapai. Analisis kurikulum berguna untuk menetapkan pada
kompetensi yang mana bahan ajar tersebut akan dikembangkan. Hal ini dilakukan
karena ada kemungkinan tidak semua kompetensi yang ada dalam kurikulum dapat
disediakan bahan ajarnya
2)
Analisis karakteristik peserta
didik
Seperti layaknya
seorang guru akan mengajar, guru harus mengenali karakteristik peserta didik
yang akan menggunakan bahan ajar. Hal ini penting karena semua proses pembelajaran
harus disesuaikan dengan karakteristik peserta didik. Hal-hal yang perlu
dipertimbangkan untuk mengetahui karakteristik peserta didik antara lain:
kemampuan akademik individu, karakteristik fisik, kemampuan kerja kelompok,
motivasi belajar, latar belakang ekonomi dan sosial, pengalaman belajar
sebelumnya, dsb. Dalam kaitannya dengan pengembangan bahan ajar, karakteristik
peserta didik perlu diketahui untuk menyusun bahan ajar yang sesuai dengan
kemampuan akademiknya, misalnya: apabila tingkat pendidikan peserta didik masih
rendah, maka penulisan bahan ajar harus menggunakan bahasa dan kata-kata
sederhana yang mudah dipahami. Apabila minat baca peserta didik masih rendah
maka bahan ajar perlu ditambah dengan ilustasi gambar
yang menarik supaya peserta didik termotivasi untuk membacanya.
3)
Analisis materi
Analisis materi dilakukan dengan
cara mengidentifikasi materi utama yang perlu diajarkan, mengumpulkan dan
memilih materi yang relevan, dan menyusunnya kembali secara sistematis
4)
Merumuskan tujuan
Sebelum menulis bahan ajar,
tujuan pembelajaran dan kompetensi yang hendak diajarkkan perlu dirumuskan
terlebih dahulu. Hal ini berguna untuk membatasi peneliti supaya tidak
menyimpang dari tujuan semula pada saat mereka sedang menulis bahan ajar.
b)
Design (Perancangan)
Tahap perancangan bertujuan untuk
merancang perangkat pembelajaran. Thiagarajan, dkk (online) membagi perancangan
menjadi empat langkah yang harus dilakukan pada tahap ini, yaitu: (1)
penyusunan standar tes (criterion-test
construction), (2) pemilihan media (media
selection) yang sesuai dengan karakteristik materi dan tujuan pembelajaran, (3) pemilihan format (format selection), yakni mengkaji
format-format bahan ajar yang ada dan menetapkan format bahan ajar yang akan
dikembangkan, (4) membuat rancangan awal (initial
design) sesuai format yang dipilih. Langkah-langkahnya adalah sebagai
berikut:
1)
Penyusunan tes acuan patokan (constructing criterion-referenced test)
Menurut Thiagarajan, dkk (1974),
penyusunan tes acuan patokan merupakan langkah yang menghubungkan antara tahap
pendefinisian (define) dengan tahap
perancangan (design). Tes acuan
patokan disusun berdasarkan spesifikasi tujuan pembelajaran dan analisis siswa, kemudian
selanjutnya disusun kisi-kisi tes hasil belajar. Tes yang dikembangkan
disesuaikan dengan jenjang kemampuan kognitif. Penskoran hasil tes menggunakan
panduan evaluasi yang memuat kunci dan pedoman penskoran setiap butir soal.
2)
Pemilihan media (media selection)
Pemilihan media dilakukan untuk
mengidentifikasi media pembelajaran yang relevan dengan karakteristik materi.
Lebih dari itu, media dipilih untuk menyesuaikan dengan analisis konsep dan
analisis tugas, karakteristik target pengguna, serta rencana penyebaran dengan
atribut yang bervariasi dari media yang berbeda-beda.hal ini berguna untuk
membantu siswa dalam pencapaian kompetensi dasar. Artinya, pemilihan media
dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan bahan ajar dalam proses pengembangan
bahan ajar pada pembelajaran di kelas.
3)
Pemilihan format (format selection)
Pemilihan format dalam
pengembangan perangkat pembelajaran ini dimaksudkan untuk mendesain atau
merancang isi pembelajaran, pemilihan strategi, pendekatan, metode
pembelajaran, dan sumber belajar. Format yang dipilih adalah yang memenuhi
kriteria menarik, memudahkan dan membantu dalam pembelajaran.
4)
Rancangan awal (initial design)
Menurut Thiagarajan, dkk (online), “initial design is the presenting of the essential instruction through
appropriate media and in a suitable sequence.” Rancangan awal yang dimaksud
adalah rancangan seluruh perangkat
pembelajaran yang harus dikerjakan sebelum ujicoba dilaksanakan. Hal ini juga
meliputi berbagai aktivitas pembelajaran yang terstruktur seperti membaca teks,
wawancara, dan praktek kemampuan pembelajaran yang berbeda melalui praktek
mengajar.
Dalam tahap perancangan, peneliti
sudah membuat produk awal (prototype)
atau rancangan produk. Pada konteks pengembangan bahan ajar, tahap ini
dilakukan untuk membuat modul atau buku ajar sesuai dengan kerangka isi hasil
analisis kurikulum dan materi. Dalam konteks pengembangan model pembelajaran,
tahap ini diisi dengan kegiatan menyiapkan kerangka konseptual model dan
perangkat pembelajaran (materi, media, alat evaluasi) dan mensimulasikan
penggunaan model dan perangkat pembelajaran tersebut dalam lingkup kecil.
Sebelum rancangan (design) produk dilanjutkan ke tahap
berikutnya, maka rancangan produk (model, buku ajar, dsb) tersebut perlu divalidasi. Validasi
rancangan produk dilakukan oleh teman sejawat seperti dosen atau guru dari
bidang studi/bidang keahlian yang sama. Berdasarkan hasil validasi teman
sejawat tersebut, ada kemungkinan rancangan produk masih perlu diperbaiki
sesuai dengan saran validator.
c) Develop (Pengembangan)
Thiagarajan (Online), membagi
tahap pengembangan dalam dua kegiatan yaitu: expert appraisal dan developmental
testing. Expert appraisal merupakan teknik untuk
memvalidasi atau menilai kelayakan rancangan
produk. Dalam kegiatan ini dilakukan evaluasi oleh ahli dalam bidangnya.
Saran-saran yang diberikan digunakan untuk memperbaiki materi dan rancangan
pembelajaran yang telah disusun. Developmental
testing merupakan kegiatan uji coba rancangan
produk pada sasaran subjek yang
sesungguhnya. Pada saat uji coba ini dicari data respon, reaksi atau komentar
dari sasaran pengguna model. Hasil uji coba digunakan memperbaiki produk.
Setelah produk diperbaiki kemudian diujikan kembali sampai memperoleh hasil
yang efektif.
Dalam konteks pengembangan bahan
ajar (buku atau modul), tahap pengembangan dilakukan dengan cara menguji isi
dan keterbacaan modul atau buku ajar tersebut kepada pakar yang terlibat pada
saat validasi rancangan dan peserta didik yang akan menggunakan modul atau buku
ajar tersebut. Hasil pengujian kemudian digunakan untuk revisi sehingga modul
atau buku ajar tersebut benar-benar telah memenuhi kebutuhan pengguna. Untuk
mengetahui efektivitas modul atau buku ajar tersebut dalam meningkatkan hasil
belajar, kegiatan dilanjutkan dengan memberi soal-soal latihan yang materinya
diambil dari modul atau buku ajar yang dikembangkan.
Tujuan tahap pengembangan
ini adalah untuk menghasilkan bentuk akhir perangkat pembelajaran setelah
melalui revisi berdasarkan masukan para pakar ahli/praktisi dan data hasil
ujicoba.
Dalam konteks pengembangan model
pembelajaran, kegiatan pengembangan (develop)
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1) Validasi model oleh ahli/pakar. Hal-hal yang divalidasi meliputi panduan
penggunaan model dan perangkat model pembelajaran. Tim ahli yang dilibatkan
dalam proses validasi terdiri dari: pakar teknologi pembelajaran, pakar bidang
studi pada mata pelajaran yang sama, pakar evaluasi hasil belajar. Revisi
model berdasarkan masukan dari para pakar pada saat validasi
Menurut
Thiagarajan, dkk (1974: 8), “expert appraisal is a technique for obtaining
suggestions for the improvement of the material.” Penilaian para
ahli/praktisi terhadap perangkat pembelajaran mencakup: format, bahasa,
ilustrasi dan isi. Berdasarkan masukan dari para ahli, materi pembelajaran di
revisi untuk membuatnya lebih tepat, efektif, mudah digunakan, dan memiliki
kualitas teknik yang tinggi.
2)
Uji coba (developmental
testing) terbatas
dalam pembelajaran di kelas, sesuai situasi nyata yang akan dihadapi. Revisi model berdasarkan hasil
uji coba Implementasi model pada wilayah yang lebih luas. Selama proses
implementasi tersebut, diuji efektivitas model dan perangkat model yang
dikembangkan. Pengujian efektivitas dapat dilakukan dengan eksperimen atau
Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Cara pengujian melalui eksperimen dilakukan
dengan membandingkan hasil belajar pada kelompok pengguna model dan kelompok
yang tidak menggunakan model. Apabila hasil belajar kelompok pengguna model
lebih bagus dari kelompok yang tidak menggunakan model maka dapat dinyatakan
model tersebut efektif. Cara pengujian efektivitas pembelajaran melalui PTK
dapat dilakukan dengan cara mengukur kompetensi sebelum dan sesudah
pembelajaran. Apabila kompetensi sesudah pembelajaran lebih baik dari
sebelumnya, maka model pembelajaran yang dikembangkan juga dinyatakan efektif.
d)
Disseminate (Penyebarluasan)
Thiagarajan (Online), membagi
tahap dissemination dalam tiga
kegiatan yaitu: validation testing,
packaging, diffusion and adoption. Pada tahap validation testing, produk
yang sudah direvisi pada tahap pengembangan kemudian diimplementasikan pada
sasaran yang sesungguhnya. Pada saat implementasi dilakukan pengukuran
ketercapaian tujuan. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas
produk yang dikembangkan. Setelah produk diimplementasikan, pengembang perlu
melihat hasil pencapaian tujuan. Tujuan yang belum dapat tercapai perlu
dijelaskan solusinya sehingga tidak terulang kesalahan yang sama setelah produk
disebarluaskan. Kegiatan terakhir dari tahap pengembangan adalah melakukan packaging (pengemasan), diffusion and adoption. Tahap ini
dilakukan supaya produk dapat
dimanfaatkan oleh orang lain. Pengemasan model pembelajaran dapat dilakukan
dengan mencetak buku panduan penerapan
model pembelajaran. Setelah buku dicetak, buku tersebut disebarluaskan supaya
dapat diserap (diffusi) atau dipahami orang lain dan
digunakan (diadopsi) pada kelas mereka. Pada konteks pengembangan bahan ajar,
tahap dissemination dilakukan dengan cara sosialisasi bahan ajar melalui
pendistribusian dalam jumlah terbatas kepada guru dan peserta didik.
Pendistribusian ini dimaksudkan untuk memperoleh respons, umpan balik terhadap
bahan ajar yang telah dikembangkan. Apabila respon sasaran pengguna bahan ajar sudah
baik maka baru dilakukan pencetakan dalam jumlah banyak dan pemasaran supaya bahan ajar itu
digunakan oleh sasaran yang lebih luas.
C.
Ayat-ayat tentang model pembelajaran
يت ا أتيهت ا الرلسلوألأ بتلغب مت ا أزنزإلت إلتيغكت إم ن رلبغغكت وتإ ن لغغمغ تفغعغغتلغ فتمغغت ا بتلغغغت رإست التتهأ واتلأ يتعغ إصمأكت إم تن النل اسإ إ لن الت لت يتهإدغ ي الغقتلوغمت الغكت اإفريإ تن
67. Hai
rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak
kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan
amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia[430]. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang
yang kafir.(al-Maidah) [430] Maksudnya: tak seorangpun yang dapat membunuh nabi Muhammad s.a.w.
176. Dan kalau kami menghendaki,
Sesungguhnya kami tinggikan (derajat) nya dengan
ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya
yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu Menghalau nya
diulurkan nya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia
mengulurkan lidahnya (juga). Demikian Itulah perumpamaan
orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka)
kisah-kisah itu agar mereka berfikir.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dalam desain pembelajaran dikenal beberapa model yang dikemukakan oleh
para ahli. Secara umum, model desain pembelajaran dapat diklasifikasikan ke
dalam model berorientasi kelas, model berorientasi sistem, model berorientasi
produk, model prosedural dan model melingkar.
2. Contoh modelnya adalah model hannafin and peck. Satu lagi adalah model
beroreintasi sistem yaitu model desain pembelajaran untuk menghasilkan suatu
sistem pembelajaran yang cakupannya luas, seperti desain sistem suatu pelatihan,
kurikulum sekiolah, dll. contohnya adalah model ADDIE. Selain itu ada pula yang
biasa kita sebut sebagai model prosedural dan model melingkar. Contoh dari
model prosedural adalah model Dick and Carrey sementara contoh model melingkar
adalah model Kemp.
3. Adanya variasi model yang ada ini sebenarnya juga dapat menguntungkan
kita, beberapa keuntungan itu antara lain adalah kita dapat memilih dan
menerapkan salah satu model desain pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik yang kita hadapi di lapangan, selain itu juga, kita dapat
mengembangkan dan membuat model turunan dari model-model yang telah ada,
ataupun kita juga dapat meneliti dan mengembangkan desain yang telah ada untuk
dicobakan dan diperbaiki.
B.
Saran
Berdasarkan
hasil penulisan makalah ini, penulis memberikan beberapa saran, yaitu penbaca
dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang bagaimana prosedure model pengembangan
ADDIE dan 4D dalam pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
v Kukuh, Adri. 2014. Model
– Model Pengembangan Bahan Ajar (Addie, Assure, Hannafin
Dan Peck, Gagne And Briggs Serta Dick And Carry), Borg And Gall, 4d [Online]. Tersedia:
http://belajarpendidikanku.blogspot.com/2013/02/model-model-pengembangan-bahan-ajar.html
[5 Oktober 2014]
v Depdiknas. 2005. Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta: Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005.
v Depdiknas. 2007. Juknis
Pengembangan Model pembelajaran
di SMA.Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA.
v Robert
Maribe Branch. 2013.
Instructional
Design: The ADDIE Approach
v Sugiarto. 2011. Landasan Pengembangan Bahan
Ajar. Materi Workshop Penyusunan Buku Ajar Bagi Dosen Politeknik Kesehatan
Kemenkes Semarang.
v
Tarigan,
D & Tarigan. 1986. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa
Komentar
Posting Komentar