MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN 4D


BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui saat ini, sebagian besar keadaan pembelajaran di sekolah-sekolah kita masih sangat konvensional, seperti penyampaian materi hanya diceramahkan, penyusunan materi yang sekedarnya atau materi hanya bersumber dari buku-buku teks yang belum tentu sesuai dengan keadaan sekolahnya, padahal buku-buku teks yang banyak beredar saat ini adalah produk nasional yang tidak memperhatikan karakteristik tiap satuan pendidikan seperti yang dinginkan kurikulum saat ini, yaitu kurikulum 2013.
Dalam PP nomor 19 tahun 2005 Pasal 20, diisyaratkan bahwa guru diharapkan mengembangkan materi pembelajaran sendiri, yang kemudian dipertegas malalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses, yang antara lain mengatur tentang perencanaan proses pembelajaran yang mensyaratkan bagi pendidik pada satuan pendidikan untuk mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Salah satu elemen dalam RPP adalah sumber belajar. Dengan demikian, guru diharapkan untuk mengembangkan bahan pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar.
Bahan Pembelajaran merupakan komponen isi pesan dalam kurikulum yang harus disampaikan kepada siswa. Komponen ini memiliki bentuk pesan yang beragam, ada yang berbentuk fakta, konsep, prisnsip/kaidah, prosedur, problema, dan sebagainya. Komponen ini berperan sebagai isi atau materi yang harus dikuasai oleh siswa dalam kegiatan pembelajaran. Ruang lingkup materi pembelajaran telah tersusun secara sistematis dalam struktur organisasi kurikulum dalam hal ini adalah standar isi.
Sifat materi yang tersusun dalam standar isi hanya bersifat pokok-pokok materi, maka untuk kelancaran dalam pelaksanaan pembelajaran, materi pembelajaran perlu dikembangkan terlebih dahulu dengan cara melengkapinya dalam bentuk bahan pembelajaran yang utuh. Pada saat pembelajaran akan dilaksanakan, hendaknya seorang tenaga pendidik yang profesional harus memahami karakteristik ini pesan pembelajaran yang akan disampaikan, agar tidak salah dalam memilih bahan pembelajaran yang akan digunakan.

Dalam mengembangkan bahan pembelajaran perlu diperhatikan model-model pengembangan guna memastikan kualitasnya, seperti yang diungkapkan oleh Syaiful Sagala (2005:136), penggunaan model pengembangan bahan pembelajaran yang pengembangan pengajaran secara sistematik dan sesuai dengan teori akan menjamin kualitas isi bahan pembelajaran. Model-model tersebut antara lain, model ADDIE, ASSURE, Hannafin dan Peck, Gagne and Briggs serta Dick and Carry. Dari beberapa model tersebut tentu memiliki karakteristik masing-masing yang perlu lebih dalam lagi dipahami. Maka dari itu kita peroleh bahwa pemilihan bahan pembelajaran perlu diperhatikan dalam kesesuaian dengan standar isi dan lebih-lebih pemilihan bahan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa. Oleh karena itu, pada makalah ini akan membahasas mengenai model-model pengembangan bahan ajar yang dianggap penting diketahui untuk mengembangkan bahan ajar.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan landasan diatas dapat kami rumuskan permasalahan yang akan kita bahas sebagai berikut:
1.      Bagaimana prosedure pembelajaran model 4D?

C.    Tujuan Penelitian
1.   Untuk mengetahui prosedure pembelajaran model 4D.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Model Pengembangan
Model pengembangan diartikan sebagai proses desain konseptual dalam upaya peningkatan fungsi dari model yang telah ada sebelumnya, melalui penambahan komponen pembelajaran yang dianggap dapat meningkatkan kualitas pencapaian tujuan (Sugiarta, 2007:11). Pengembangan model dapat diartikan sebagai upaya memperluas untuk membawa suatu keadaan atau situasi secara berjenjang kepada situasi yang lebih sempurna atau lebih lengkap maupun keadaan yang lebih baik.
Pengembangan disini artinya diarahkan pada suatu program yang telah atau sedang dilaksanakan menjadi program yang lebih baik. Hal ini seiring dengan pendapat yang dikemukakan oleh Adimiharja dan Hikmat, 2001:12 (dalam Sugiarta A.N, 2007:24) bahwa “pengembangan meliputi kegiatan mengaktifkan sumber, memperluas kesempatan, mengakui keberhasilan, dan mengintergrasikan kemajuan”.
Pengembangan model baru disusun berdasarkan pengalaman pelaksanaan program yang baru dilaksanakan, kebutuhan individu atau kelompok, dan disesuaiakan dengan perkembangan dan perubahan lingkungan belajar warga belajar.

B.     Model-Model Desain Pengembangan Pembelajaran
Dalam desain pembelajaran dikenal beberapa model yang dikemukakan oleh para ahli. Secara umum, model desain pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam model berorientasi kelas, model berorientasi sistem, model berorientasi produk, model prosedural dan model melingkar.
Model berorientasi kelas biasanya ditujukan untuk mendesain pembelajaran level mikro (kelas) yang hanya dilakukan setiap dua jam pelajaran atau lebih. Contohnya adalah model ASSURE. Model berorientasi produk adalah model desain pembelajaran untuk menghasilkann suatu produk, biasanya media pembelajaran, misalnya video pembelajaran, multimedia pembelajaran, atau modul. Contoh modelnya adalah model hannafin and peck. Satu lagi adalah model beroreintasi sistem yaitu model desain pembelajaran untuk menghasilkan suatu sistem

pembelajaran yang cakupannya luas, seperti desain sistem suatu pelatihan, kurikulum sekolah, dll. contohnya adalah model ADDIE. Selain itu ada pula yang biasa kita sebut sebagai model prosedural dan model melingkar. Contoh dari model prosedural adalah model Dick and Carrey sementara contoh model melingkar adalah model Kemp. Adanya variasi model yang ada ini sebenarnya juga dapat menguntungkan kita, beberapa keuntungan itu antara lain adalah kita dapat memilih dan menerapkan salah satu model desain pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik yang kita hadapi di lapangan, selain itu juga, kita dapat mengembangkan dan membuat model turunan dari model-model yang telah ada, ataupun kita juga dapat meneliti dan mengembangkan desain yang telah ada untuk dicobakan dan diperbaiki. Kesemua model tersebut juga dapat dimodifikasi untuk melakukan pengembangan bahan ajar.



1.      Rancangan Pengembangan Bahan Ajar Model 4D

Model pengembangan perangkat Four-D Model disarankan oleh Sivasailam Thiagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel (1974). Model ini terdiri dari 4 tahap pengembangan yaitu Define, Design, Develop, dan Disseminate atau diadaptasikan menjadi model 4-D, yaitu pendefinisian, perancangan, pengembangan, dan penyebaran.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada setiap tahap pengembangan dapat dijelaskan sebagai berikut:

a)    Define (Pendefinisian)

Kegiatan pada tahap ini dilakukan untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pengembangan. Dalam model lain, tahap ini sering dinamakan analisis kebutuhan. Tiap-tiap produk tentu membutuhkan analisis yang berbeda-beda. Secara umum, dalam pendefinisian ini dilakukan kegiatan analisis kebutuhan pengembangan, syarat-syarat pengembangan produk yang sesuai dengan kebutuhan pengguna serta model penelitian dan pengembangan (model R & D) yang cocok digunakan untuk mengembangkan produk. Analisis bisa dilakukan melalui studi literature atau penelitian pendahuluan. Thiagarajan (Online), menganalisis 5 kegiatan yang dilakukan pada tahap define yaitu: analisis ujung depan (front-end analysis), analisis siswa (learner analysis), analisis tugas (task analysis), analisis konsep (concept analysis) dan perumusan tujuan pembelajaran (specifying instructional objectives).

1)      Front and analysis. Pada tahap ini, guru melakukan diagnosis awal untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran.

2)      Learner analysis. Pada tahap ini dipelajari karakteristik peserta didik, misalnya: kemampuan, motivasi belajar, latar belakang pengalaman, dsb

3)      Task analysis. Guru menganalisis tugas-tugas pokok yang harus dikuasai peserta didik agar peserta didik dapat mencapai kompetensi minimal.

4)      Concept analysis. Menganalisis konsep yang akan diajarkan, menyusun langkah-langkah yang akan dilakukan secara rasional.

5)      Specifying instructional objectives. Menulis tujuan pembelajaran, perubahan perilaku yang diharapkan setelah belajar dengan kata kerja operasional.

Menurut Mulyatiningsih (Online) dalam konteks pengembangan bahan ajar (modul, buku, LKS), tahap pendefinisian dilakukan dengan cara: 1) Analisis kurikulum, 2) Analisis karakteristik peserta didik, 3) Analisis materi.

1)      Analisis kurikulum

Pada tahap awal, peneliti perlu mengkaji kurikulum yang berlaku pada saat itu. Dalam kurikulum terdapat kompetensi yang ingin dicapai. Analisis kurikulum berguna untuk menetapkan pada kompetensi yang mana bahan ajar tersebut akan dikembangkan. Hal ini dilakukan karena ada kemungkinan tidak semua kompetensi yang ada dalam kurikulum dapat disediakan bahan ajarnya

2)      Analisis karakteristik peserta didik

Seperti layaknya seorang guru akan mengajar, guru harus mengenali karakteristik peserta didik yang akan menggunakan bahan ajar. Hal ini penting karena semua proses pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik peserta didik. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk mengetahui karakteristik peserta didik antara lain: kemampuan akademik individu, karakteristik fisik, kemampuan kerja kelompok, motivasi belajar, latar belakang ekonomi dan sosial, pengalaman belajar sebelumnya, dsb. Dalam kaitannya dengan pengembangan bahan ajar, karakteristik peserta didik perlu diketahui untuk menyusun bahan ajar yang sesuai dengan kemampuan akademiknya, misalnya: apabila tingkat pendidikan peserta didik masih rendah, maka penulisan bahan ajar harus menggunakan bahasa dan kata-kata sederhana yang mudah dipahami. Apabila minat baca peserta didik masih rendah maka bahan ajar perlu ditambah dengan ilustasi gambar yang menarik supaya peserta didik termotivasi untuk membacanya.

3)     Analisis materi

Analisis materi dilakukan dengan cara mengidentifikasi materi utama yang perlu diajarkan, mengumpulkan dan memilih materi yang relevan, dan menyusunnya kembali secara sistematis

4)     Merumuskan tujuan

Sebelum menulis bahan ajar, tujuan pembelajaran dan kompetensi yang hendak diajarkkan perlu dirumuskan terlebih dahulu. Hal ini berguna untuk membatasi peneliti supaya tidak menyimpang dari tujuan semula pada saat mereka sedang menulis bahan ajar.

b)      Design (Perancangan)

Tahap perancangan bertujuan untuk merancang perangkat pembelajaran. Thiagarajan, dkk (online) membagi perancangan menjadi empat langkah yang harus dilakukan pada tahap ini, yaitu: (1) penyusunan standar tes (criterion-test construction), (2) pemilihan media (media selection) yang sesuai dengan karakteristik materi dan tujuan pembelajaran, (3) pemilihan format (format selection), yakni mengkaji format-format bahan ajar yang ada dan menetapkan format bahan ajar yang akan dikembangkan, (4) membuat rancangan awal (initial design) sesuai format yang dipilih. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1)      Penyusunan tes acuan patokan (constructing criterion-referenced test)

Menurut Thiagarajan, dkk (1974), penyusunan tes acuan patokan merupakan langkah yang menghubungkan antara tahap pendefinisian (define) dengan tahap perancangan (design). Tes acuan patokan disusun berdasarkan spesifikasi tujuan pembelajaran dan analisis siswa, kemudian selanjutnya disusun kisi-kisi tes hasil belajar. Tes yang dikembangkan disesuaikan dengan jenjang kemampuan kognitif. Penskoran hasil tes menggunakan panduan evaluasi yang memuat kunci dan pedoman penskoran setiap butir soal.

2)      Pemilihan media (media selection)

Pemilihan media dilakukan untuk mengidentifikasi media pembelajaran yang relevan dengan karakteristik materi. Lebih dari itu, media dipilih untuk menyesuaikan dengan analisis konsep dan analisis tugas, karakteristik target pengguna, serta rencana penyebaran dengan atribut yang bervariasi dari media yang berbeda-beda.hal ini berguna untuk membantu siswa dalam pencapaian kompetensi dasar. Artinya, pemilihan media dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan bahan ajar dalam proses pengembangan bahan ajar pada pembelajaran di kelas.

3)      Pemilihan format (format selection)

Pemilihan format dalam pengembangan perangkat pembelajaran ini dimaksudkan untuk mendesain atau merancang isi pembelajaran, pemilihan strategi, pendekatan, metode pembelajaran, dan sumber belajar. Format yang dipilih adalah yang memenuhi kriteria menarik, memudahkan dan membantu dalam pembelajaran.

4)      Rancangan awal (initial design)

Menurut Thiagarajan, dkk (online), “initial design is the presenting of the essential instruction through appropriate media and in a suitable sequence.” Rancangan awal yang dimaksud adalah rancangan seluruh perangkat pembelajaran yang harus dikerjakan sebelum ujicoba dilaksanakan. Hal ini juga meliputi berbagai aktivitas pembelajaran yang terstruktur seperti membaca teks, wawancara, dan praktek kemampuan pembelajaran yang berbeda melalui praktek mengajar.

Dalam tahap perancangan, peneliti sudah membuat produk awal (prototype) atau rancangan produk. Pada konteks pengembangan bahan ajar, tahap ini dilakukan untuk membuat modul atau buku ajar sesuai dengan kerangka isi hasil analisis kurikulum dan materi. Dalam konteks pengembangan model pembelajaran, tahap ini diisi dengan kegiatan menyiapkan kerangka konseptual model dan perangkat pembelajaran (materi, media, alat evaluasi) dan mensimulasikan penggunaan model dan perangkat pembelajaran tersebut dalam lingkup kecil.

Sebelum rancangan (design) produk dilanjutkan ke tahap berikutnya, maka rancangan produk (model, buku ajar, dsb) tersebut perlu divalidasi. Validasi rancangan produk dilakukan oleh teman sejawat seperti dosen atau guru dari bidang studi/bidang keahlian yang sama. Berdasarkan hasil validasi teman sejawat tersebut, ada kemungkinan rancangan produk masih perlu diperbaiki sesuai dengan saran validator.

c)    Develop (Pengembangan)

Thiagarajan (Online), membagi tahap pengembangan dalam dua kegiatan yaitu: expert appraisal dan developmental testing. Expert appraisal merupakan teknik untuk memvalidasi atau menilai kelayakan rancangan produk. Dalam kegiatan ini dilakukan evaluasi oleh ahli dalam bidangnya. Saran-saran yang diberikan digunakan untuk memperbaiki materi dan rancangan pembelajaran yang telah disusun. Developmental testing merupakan kegiatan uji coba rancangan produk pada sasaran subjek yang sesungguhnya. Pada saat uji coba ini dicari data respon, reaksi atau komentar dari sasaran pengguna model. Hasil uji coba digunakan memperbaiki produk. Setelah produk diperbaiki kemudian diujikan kembali sampai memperoleh hasil yang efektif.

Dalam konteks pengembangan bahan ajar (buku atau modul), tahap pengembangan dilakukan dengan cara menguji isi dan keterbacaan modul atau buku ajar tersebut kepada pakar yang terlibat pada saat validasi rancangan dan peserta didik yang akan menggunakan modul atau buku ajar tersebut. Hasil pengujian kemudian digunakan untuk revisi sehingga modul atau buku ajar tersebut benar-benar telah memenuhi kebutuhan pengguna. Untuk mengetahui efektivitas modul atau buku ajar tersebut dalam meningkatkan hasil belajar, kegiatan dilanjutkan dengan memberi soal-soal latihan yang materinya diambil dari modul atau buku ajar yang dikembangkan.

Tujuan tahap pengembangan ini adalah untuk menghasilkan bentuk akhir perangkat pembelajaran setelah melalui revisi berdasarkan masukan para pakar ahli/praktisi dan data hasil ujicoba.

Dalam konteks pengembangan model pembelajaran, kegiatan pengembangan (develop) dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1)      Validasi model oleh ahli/pakar. Hal-hal yang divalidasi meliputi panduan penggunaan model dan perangkat model pembelajaran. Tim ahli yang dilibatkan dalam proses validasi terdiri dari: pakar teknologi pembelajaran, pakar bidang studi pada mata pelajaran yang sama, pakar evaluasi hasil belajar. Revisi model berdasarkan masukan dari para pakar pada saat validasi

         Menurut Thiagarajan, dkk (1974: 8), “expert appraisal is a technique for obtaining suggestions for the improvement of the material.” Penilaian para ahli/praktisi terhadap perangkat pembelajaran mencakup: format, bahasa, ilustrasi dan isi. Berdasarkan masukan dari para ahli, materi pembelajaran di revisi untuk membuatnya lebih tepat, efektif, mudah digunakan, dan memiliki kualitas teknik yang tinggi.

2)      Uji coba (developmental testing) terbatas dalam pembelajaran di kelas, sesuai situasi nyata yang akan dihadapi. Revisi model berdasarkan hasil uji coba Implementasi model pada wilayah yang lebih luas. Selama proses implementasi tersebut, diuji efektivitas model dan perangkat model yang dikembangkan. Pengujian efektivitas dapat dilakukan dengan eksperimen atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Cara pengujian melalui eksperimen dilakukan dengan membandingkan hasil belajar pada kelompok pengguna model dan kelompok yang tidak menggunakan model. Apabila hasil belajar kelompok pengguna model lebih bagus dari kelompok yang tidak menggunakan model maka dapat dinyatakan model tersebut efektif. Cara pengujian efektivitas pembelajaran melalui PTK dapat dilakukan dengan cara mengukur kompetensi sebelum dan sesudah pembelajaran. Apabila kompetensi sesudah pembelajaran lebih baik dari sebelumnya, maka model pembelajaran yang dikembangkan juga dinyatakan efektif.

d)      Disseminate (Penyebarluasan)

Thiagarajan (Online), membagi tahap dissemination dalam tiga kegiatan yaitu: validation testing, packaging, diffusion and adoption. Pada tahap validation testing, produk yang sudah direvisi pada tahap pengembangan kemudian diimplementasikan pada sasaran yang sesungguhnya. Pada saat implementasi dilakukan pengukuran ketercapaian tujuan. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas produk yang dikembangkan. Setelah produk diimplementasikan, pengembang perlu melihat hasil pencapaian tujuan. Tujuan yang belum dapat tercapai perlu dijelaskan solusinya sehingga tidak terulang kesalahan yang sama setelah produk disebarluaskan. Kegiatan terakhir dari tahap pengembangan adalah melakukan packaging (pengemasan), diffusion and adoption. Tahap ini dilakukan supaya produk dapat dimanfaatkan oleh orang lain. Pengemasan model pembelajaran dapat dilakukan dengan mencetak buku panduan penerapan model pembelajaran. Setelah buku dicetak, buku tersebut disebarluaskan supaya dapat diserap (diffusi) atau dipahami orang lain dan digunakan (diadopsi) pada kelas mereka. Pada konteks pengembangan bahan ajar, tahap dissemination dilakukan dengan cara sosialisasi bahan ajar melalui pendistribusian dalam jumlah terbatas kepada guru dan peserta didik. Pendistribusian ini dimaksudkan untuk memperoleh respons, umpan balik terhadap bahan ajar yang telah dikembangkan. Apabila respon sasaran pengguna bahan ajar sudah baik maka baru dilakukan pencetakan dalam jumlah banyak dan pemasaran supaya bahan ajar itu digunakan oleh sasaran yang lebih luas.



C.    Ayat-ayat tentang model pembelajaran

يت ا أتيهت ا الرلسلوألأ بتلغب مت ا أزنزإلت إلتيغكت إم ن رلبغغكت وتإ ن لغغمغ تفغعغغتلغ فتمغغت ا بتلغغغت رإست التتهأ واتلأ يتعغ إصمأكت إم تن النل اسإ إ لن الت لت يتهإدغ ي الغقتلوغمت الغكت اإفريإ تن



67. Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia[430]. Sesungguhnya Allah  tidak  memberi  petunjuk  kepada  orang-orang  yang  kafir.(al-Maidah) [430] Maksudnya: tak seorangpun yang dapat membunuh nabi Muhammad s.a.w.


176. Dan kalau kami menghendaki, Sesungguhnya kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu Menghalau nya diulurkan nya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.



BAB III

PENUTUP

A.  Kesimpulan

1.      Dalam desain pembelajaran dikenal beberapa model yang dikemukakan oleh para ahli. Secara umum, model desain pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam model berorientasi kelas, model berorientasi sistem, model berorientasi produk, model prosedural dan model melingkar.

2.      Contoh modelnya adalah model hannafin and peck. Satu lagi adalah model beroreintasi sistem yaitu model desain pembelajaran untuk menghasilkan suatu sistem pembelajaran yang cakupannya luas, seperti desain sistem suatu pelatihan, kurikulum sekiolah, dll. contohnya adalah model ADDIE. Selain itu ada pula yang biasa kita sebut sebagai model prosedural dan model melingkar. Contoh dari model prosedural adalah model Dick and Carrey sementara contoh model melingkar adalah model Kemp.

3.      Adanya variasi model yang ada ini sebenarnya juga dapat menguntungkan kita, beberapa keuntungan itu antara lain adalah kita dapat memilih dan menerapkan salah satu model desain pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik yang kita hadapi di lapangan, selain itu juga, kita dapat mengembangkan dan membuat model turunan dari model-model yang telah ada, ataupun kita juga dapat meneliti dan mengembangkan desain yang telah ada untuk dicobakan dan diperbaiki.

B. Saran

                Berdasarkan hasil penulisan makalah ini, penulis memberikan beberapa saran, yaitu penbaca dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang bagaimana prosedure model pengembangan ADDIE dan 4D dalam pembelajaran.


DAFTAR PUSTAKA
v  Kukuh, Adri. 2014. Model – Model Pengembangan Bahan Ajar (Addie, Assure, Hannafin Dan Peck, Gagne And Briggs Serta Dick And Carry), Borg And Gall, 4d [Online]. Tersedia: http://belajarpendidikanku.blogspot.com/2013/02/model-model-pengembangan-bahan-ajar.html [5 Oktober 2014]
v  Depdiknas. 2005. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005.
v  Depdiknas.      2007.   Juknis  Pengembangan  Model  pembelajaran  di  SMA.Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA.
v  Robert Maribe Branch. 2013. Instructional Design: The ADDIE Approach
v  Sugiarto. 2011. Landasan Pengembangan Bahan Ajar. Materi Workshop Penyusunan Buku Ajar Bagi Dosen Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.
v  Tarigan, D & Tarigan. 1986. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Resume Jurnal

Nama-Nama Komponen Komputer Beserta Fungsinya

Instalasi Dan Pemasangan Kabel Fiber Optik