Akhlak Sosial
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Dalam persoalan Akhlak, manusia sebagai makhluk berakhlak
berkewajiban menunaikan dan menjaga akhlak yang baik serta menjauhi dan
meninggalkan akhlak yang buruk. Akhlak merupakan dimensi nilai dari Syariat
Islam. Kualitas keberagaman justru ditentukan oleh nilai akhlak. Jika syariat
berbicara tentang syarat rukun, sah atau tidak sah, maka akhlak menekankan pada
kualitas dari perbuatan, misalnya beramal dilihat dari keikhlasannya, shalat
dilihat dari kekhusu’annya, berjuang dilihat dari kesabarannya, haji dari
kemabrurannya, ilmu dilihat dari konsistensinya dengan perbuatan, harta dilihat
dari aspek mana dari mana dan untuk apa, jabatan dilihat dari ukuran apa yang
telah diberikan, bukan apa yang diterima.
Dengan demikian, dikarenakan akhlak merupakan dimensi nilai dari Syariat
Islam, maka Islam sebagai agama yang bisa dilihat dari berbagai dimensi,
sebagai keyakinan, sebagai ajaran dan sebagai aturan. Agama Islam sebagai
aturan atau sebagai hukum dimaksud untuk mengatur tata kehidupan manusia.
Sebagai aturan, agama atau sebagai hukum dimaksud untuk mengatur tata kehidupan
manusia. Sebagai aturan, agama berisi perintah dan larangan, ada perintah keras
(wajib) dan larangn keras (haram), ada juga perintah anjuran (sunat) dan
larangan anjuran (makruh).
Dalam kehidupan bertetangga, bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara
kita sebagai umat yang senantiasa bersosialisasi, berinteraksi dengan yang
lainnya, khususnya umat muslim, sudah sepantasnya kita menmpilkan akhlak mulia
yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw dan para sahabat beliau yang
diridloi oleh Allah swt. Berperilaku/berakhlak mulia di dalam bertetangga
sangat perlu untuk direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai sesama umat yang seakidah kita perlu menjaga keharmonisan
persaudaraan yang didasarkan atas kesamaan di dalam berkeyakinan. Islam
mengajarkan agar kita selalu menampilkan kemuliaan akhlak dalam tetangga. Di
samping itu kita juga harus menampilkan akhlak yang mulia di dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Pandangan Islam tentang kehidupan sosial ?
2.
Masyarakat dambaan Islam ?
3.
Toleransi inter dan antar umat beragama ?
4.
Prinsip dalam mewujudkan kesejahtraan sosial
?
5.
Pandangan Islam terhadap Kemiskinan,
Kebodohan, Pengangguran ?
C.
TUJUAN
1.
Untuk Mengetahui Pandangan Islam tentang
kehidupan sosial.
2.
Untuk Mengetahui Masyarakat dambaan Islam.
3.
Untuk Mengetahui Toleransi inter dan antar
umat beragama.
4.
Untuk Mengetahui Prinsip dalam mewujudkan
kesejahtraan sosial.
5.
Untuk Mengetahui Pandangan Islam terhadap
Kemiskinan, Kebodohan, Pengangguran.
BAB II
PEMBAHASAAN
A.
PANDANGAN ISLAM TENTANG KEHIDUPAN SOSIAL
Menurut pandangan Islam
dapat dilihat dari dua perspektif baik normatif maupun interaktif dalam pengalaman
niali-nilai syariah Islamiyah secara garis besarnya pandangan tersebut dapat
dijadikan sebagai dasar adalah :
1.
Penciptaan
manusia (bahkan semua makhluk ciptaan-Nya) secara berpasangan memberikan makna
adanya saling ketergantungan hidup bersma dan saling berinteraksi.
2.
Nilai-Nilai
dalam pelaksanaan ibadah seperti shalat berjamaah, puasa, dll juga memberikan
pelajaran bahwa manusia secara kodrat dituntut untuk empati terhadap sesama.
Jadi sosialitas
merupakan kodart manusia dalam mengarungi kehidupannya. Mereka tidak bisa hidup
sendirian, mereka memerlukan yang lain untuk hidup dalam kebersamaan, belajar
bersama dalam kehidupan sebagai manusia dan mencari kesempurnaan dirinya dalam
tahta kehidupan bersama. Hidup bersama ada pertama-tama untuk memenuhi kehendak
dan tujuan setiap pribadi manusia untuk menyempurnakan dirinya Inilah yang
dimaksud “Good Life”. Inilah inti pandangan Islam terhadap manusia dalam
konteks kehidupannya sebagai makhluk sosial.
B.
MASYARAKAT DAMBAAN ISLAM
Manusia sebagai
individu dengan masyarakatnya terjalin dalam keselarasan, keserasian, dan
keseimbangan. Oleh karena itu harkat dan martabat setiap individu diakui secara
penuh dalam mencapai kebahagiaan bersama.
Masyarakat dengan
semangat Islam membentuk tatanan-tatanan yang bersumber dari hukum yang dibawa
oleh Nabi Muhammad saw. Tatanan-tatanan tersebut minimal bersendikan :
a)
Tauhidullah
b)
Ukhuwah
Islamiyyah
c)
Persamaan dan
kesetiakawanan
d)
Musyawarah dan
Tasamuh
e)
Jihad dan amal
shaleh
f)
Istiqamah
·
Tauhidullah
Tauhidullah artinya
setiap individu yang merasa menjadi anggota masyarakat Islam semestinya
mendasarkan hidupnya pada perinsip tauhid – mengesakan Allah – Dan tercermin
dalam seluruh segi kehidupannya. Katauhidan itu nampak pada IbAdah
dan do’a, yaitu tidak adayang patut disembah dan tidak ada yang patut dimintai
pertolongan kecuali Allah - Al Fatihah 5.
Tauhid dalam mencari
nafkah dan berekonomi, yaitu keyakinan tidak ada Zat yang memberi rizki dan
pemilik mutlak dari seluruh alam semesta kecuali Allah – Al Baqarah 204, An Nur
33
Tauhid dalam kegiatan
dakwah dan pendidikan, yaitu keyakinan tidak adak ada zat yang dapat
memberi petunjuk kecuali Allah. – Al Qasas 56, An Nahl 37 .
Kegiatan berpolitik,
yaitu suatu keyakinan tidak ada penguasa yang paling mutlak dan maha adil
kecuali Allah, juga kekuasaan dan kemulyaan yang diperoleh semata-mata hanya
datang dari Allah. Ali Imran 26, Yunus 65.
Pelaksanaan
hukum, yaitu keyakinan bahwa hukum yang mutlak benar dan adil adalah hukum yang
datang dari Allah’ –Yusuf 40 dan 67
Sikap hidup secara
keseluruhan, termasuk ucapan-ucapan sebagai ungkapan hati dalam menerima
peristiwa sehari-hari. Tidak ada yang patut ditakuti kecuali Allah –At Taubah
l8,Al Baqarah 150-,Tidak ada yang patut dicintai secara mutlak kecuali Allah –
At Taubah. 24- ,Tidak ada yang dapat menghilangkan kemadharatan dan tidak ada
yang dapat memberikan karunia kecuali Allah ,- Yunus 107, Ali Imran73-, Bahkan
tidak ada yang dapat menghilangkan nyawa kecuali Allah – Ali Imran 145-.
Seorang anggota masyarakat Islam, akan senantiasa mengihlaskan seluruh hidupnya
untuk beribadah kepadaNya serta tetap menjaga kesucian amaliahnya baik lahir
maupun bathin. – Al An’am 162-163, Al Bayyinah 5-.
·
Ukhuwah Islamiyyah
Dengan sendi Tauhidullah, anggota-anggota masyarakat Islam berpan dangan hidup
yang sama, sehingga terjelmalah pertautan hati satu sama lain yang melahirkan
ikatan persaudaraan di atas budi pekerti – akhlak – yang mulia. Terkikis
penyakit egoisme, individualisme serta meterialisme yang hanya mementingkan diri
sendiri, Firman Allah menegaskan dalam Al Qur’an : “ Sesungguhnya orang-orang
mukmin itu bersaudara “. – Al Hujurat 10 -. “ Dan Allah mepersatupadukan di
antara hati mereka, yang andai kata engkau belanjakan seluruh isi bumi tidaklah
engkau mampu mempersatukan di antara mereka. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa dan
Maha Bijaksana “ – Al Anfal 63-
Lebih jauh Islam mengajarkan, berbeda bangsa, berbeda kulit, berbeda bahasa dan
berbeda budaya diupayakan untuk saling mengenal dan memperkaya batin masing-masing.
Ibadah-ibadah khusus dalam Islam, bila kita simak secara teliti ternyata
ujungnya adalah kebaikan bermasyarakat.
·
Persamaan dan
Kesetiakawanan
Bila hidup menyadari sebagai hamba Allah,maka hanya Allahlah Yang Maha Kuasa
dan Maha Mulia, dirinya hanya sebagai hamba, tidak akan terbetik dari hatinya
perasaan lebih mulia dari sesamanya. Perasaan ini kan menumbuhkan
persamaan dan kebersamaan, menumbuhkan kesetiakawanan yang bersumber dari
kedalaman lubuk hati yang diteduhi iman. Cintanya kepada sesama manusia
merupakan wujud kecintaan pada Allah, yang didorong oleh sabda Nabi :” Sayangi
apa\apa yang ada di bumi, engkau akan disayangi oleh yang menaungi di langit “
Hadits.
Perbedaan-perbedaan yang tampak, akan dijadikan sarana untuk saling melengkapi
dalam memenuhi kebutuhan, bukan untuk saling menghancurkan.
·
Musyawarah dan
Tasamuh
Apabila persamaan dan persaudaraan yang berdasar keimanan telah tumbuh
dengan subur, maka segala usaha serta tindakan-tindakan dalam masyarakat
senantiasa akan dilihat dari segi kepentingan umum dan untuk kepentingan
bersama. Berbagai pendapat mungkin terjadi, bahkan pasti terjadi, tetapi semua
itu tidak akan menimbulkan konflik yang akan menjadi gangguan ketentraman
bersama. Musyawarah menjadi tradisinya,saling menghormati menjadi hiasan
pergaulannya, Firman Allah dalam Al Qur’an : “Mereka menyambut ajaran yang
datang dari Tuhannya, mendirikan shalat, musyawarah dalam urusan-urusannya,
dan mereka menginfakkan sebahagian dari rizkinya. “- Asy Syura 38-
Seorang mukmin tidak bakalan merasa benar sendiri, ia menyadari bahwa dirinya
tidak mungkin sempurna, ia akan senantiasa mencari kebenaran serta
mempertimbangkan nasihat dan pendapat orang lain.
·
Jihad dan Amal
Shaleh
Jihad mengandung arti bekerja dengan kesungguhan hati, berusaha mencapai hasil
yang sebaik-baiknya. Itulah jihad, yang merupakan karakter seorang mukmin. Ia
terus bekerja dan berusaha menciptakan kesejahteraan untuk dirinya,
keluarganya dan masyarakatnya serta bangsa dan negaranya sebagai wujud amal
shalehnya. Tepatlah ungkapan Nabi bahwa Mukmin itu seperti lebah, energik,
disiplin, memberi manfaat dan tidak merusak lingkungan.
·
Istiqomah
Istiqamah, artinya lurus terus, maksudnya setiap muslim akan tetap memegang dan
memperjuangkan kebenaran yang datang dari Allah. Ia tidak akan meleleh karena
panas, tidak akan beku karena dingin, tidak akan lapuk karena hujan dan tak
akan lekang di terik sinar matahari.
“ Katakan aku beriman
kepada Allah, kemudian luruslah senantiasa “ demikian jawab Nabi kepada
sahabatnya yang menimta nasihat. Jiwa orang yang istiqomah akan
senantiasa tenang, tidak ragu, tidak gentar apalagi takut menghadapi
berbagai tantangan – Fushilat 31,32
Keteguhan hati serta
kepercayaan diri yang mantap merupakan faktor yang sangat menentukan
keberhasilan dalam mengayuh serta meniti hidup yang penuh rintangan.
Insya Allah masyarakat
yang bersendikan enam pokok tersebut. Akan mewujudkan masyarakat – maaf
meminjam istilah – yang makmur dalam keadilan yang adil dalam kemakmuran. Serta
rahmah, berkah dan keridlaan Allah senantiasa tercurah di atasnya,
C.
TOLERANSI INTER DAN ANTAR UMAT BERAGAMA DALAM ISLAM
Kaidah toleransi
dalam Islam berasal dari ayat Al-Qur'an laa ikraaha fi al-diin yang berarti
tidak ada paksaan dalam agama. Toleransi mengarah kepada sikap terbuka dan mau
mengakui adanya berbagai macam perbedaan. Landasan dasar pemikiran ini adalah
firman Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 13:
Artinya: “Hai
manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Toleransi antar
umat beragama yang berbeda termasuk ke dalam salah satu risalah penting yang
ada dalam system teologi Islam. Karena Tuhan senantiasa mengingatkan kita akan
keragaman manusia, baik dilihat dari sisi agama, suku, warna kulit,
adat-istiadat, dsb. Toleransi beragama harus dipahami sebagai bentuk
pengakuan kita akan adanya agama-agama lain selain agama kita dengan segala
bentuk system, dan tata cara peribadatannya dan memberikan kebebasan untuk
menjalankan keyakinan agama masing-masing. Keyakinan umat Islam kepada Allah
tidak sama dengan keyakinan para penganut agama lain terhadap tuhan-tuhan
mereka. Demikian juga dengan tata cara ibadahnya. Bahkan Islam melarang
penganutnya mencela tuhan-tuhan dalam agama manapun. Maka kata tasamuh atau
toleransi dalam Islam bukanlah “barang baru”, tetapi sudah diaplikasikan dalam
kehidupan sejak agama Islam itu lahir.
أَحَبٌّ الدِّيْنِ إِلىَ اللهِ الحَنِيْفِيَّةُ
السَّمْحَة
Artinya: “agama yang paling dicintai di sisi
Allah adalah agama yang berorientasi pada semangat mencari kebenaran
secara toleran dan lapang”.
- Toleransi
Antar Sesama Muslim
Dalam firman Allah SWT QS. Al-Hujurat ayat 10
Artinya: “Orang-orang beriman itu
Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara
kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”.
Dalam surat diatas
Allah menyatakan bahwa orang-orang mu’min bersaudara, dan memerintahkan untuk
melakukan ishlah (perbaikan hubungan) jika seandainya terjadi kesalahpahaman
diantara 2 orang atau kelompok kaum muslim.
Dalam mengembangkan
sikap toleransi secara umum, dapat kita mulai terlebih dahulu dengan bagaimana
kemampuan kita mengelola dan menyikapi perbedaan (pendapat) yang (mungkin)
terjadi pada keluarga kita atau pada keluarga/saudara kita sesama muslim. Sikap
toleransi dimulai dengan cara membangun kebersamaan atau keharmonisan dan
menyadari adanya perbedaan. Dan menyadari pula bahwa kita semua adalah
bersaudara. Maka akan timbul rasa kasih sayang, saling pengertian dan pada
akhirnya akan bermuara pada sikap toleran. Dalam konteks pendapat dan
pengamalan agama, al-Qur’an secara tegas memerintahkan orang-orang mu’min untuk
kembali kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnah).
- Toleransi
Antar Umat Beragama
Toleransi hendaknya
dapat dimaknai sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama masyarakat
penganut agama lain, dengan memiliki kebebasan untuk menjalankan
prinsip-prinsip keagamaan (ibadah) masing-masing, tanpa adanya paksaan dan
tekanan, baik untuk beribadah maupun tidak beribadah, dari satu pihak ke pihak
lain. Sikap toleransi antar umat beragama bisa dimulai dari hidup bertetangga
baik dengan tetangga yang seiman dengan kita atau tidak. Sikap toleransi itu
direfleksikan dengan cara saling menghormati, saling memuliakan dan saling
tolong-menolong. Jadi sudah jelas, bahwa sisi akidah atau teologi bukanlah
urusan manusia, melainkan Allah SWT dan tidak ada kompromi serta sikap toleran
di dalamnya. Sedangkan kita bermu’amalah dari sisi kemanusiaan kita.
Allah juga
menjelaskan tentang prinsip dimana setiap pemeluk agama mempunyai system dan
ajaran masing-masing sehingga tidak perlu saling menghujat.
Al-Qur’an juga menganjurkan agar mencari
titik temu dan titik singgung antar pemeluk agama. Al-Qur’an menganjurkan agar
dalam interaksi sosial, bila tidak ditemukan persamaan, hendaknya masing-masing
mengakui keberadaan pihak lain dan tidak perlu saling menyalahkan.
Firman Allah SWT pada QS. Saba:24-26:
24. Artinya: Katakanlah:
"Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?"
Katakanlah: "Allah", dan Sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang
musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata.
25. Artinya: Katakanlah:
"Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami
perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat".
26. Artinya: Katakanlah:
"Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, Kemudian dia memberi Keputusan
antara kita dengan benar. dan Dia-lah Maha pemberi Keputusan lagi Maha
Mengetahui".
- Contoh
Sikap Toleransi
Contoh toleransi dalam kehidupan di
masyarakat antara lain, yaitu:
1.
Adanya
sikap saling menghormati dan menghargai antara pemeluk agama.
2.
Tidak
membeda-bedakan suku, ras atau golongan.
Adapun toleransi dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara antara lain:
1.
Merasa
senasib sepenanggungan.
2.
Menciptakan
persatuan dan kesatuan, rasa kebangsaan atau nasionalisme.
3.
Mengakui
dan menghargai hak asasi manusia.
4.
Membantu
orang lain yang membutuhkan pertolongan.
5.
Menghindari
Terjadinya Perpecahan
6.
Memperkokoh
Silaturahmi dan Menerima Perbedaan
Fakta historis
toleransi juga dapat ditunjukkan melalui Piagam Madinah. Piagam ini adalah satu
contoh mengenai prinsip kemerdekaan beragama yang pernah dipraktikkan oleh Nabi
Muhamad SAW di Madinah. Di antara butir-butir yang menegaskan toleransi
beragama adalah sikap saling menghormati di antara agama yang ada dan tidak
saling menyakiti serta saling melindungi anggota yang terikat dalam Piagam
Madinah
D.
PRINSIP-PRINSIP ISLAM DALAM MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN
SOSIAL
Islam
sebagai ajaran sangat peduli dengan kesejahteraan sosial. Kesejahteraan social
dalam Islam pada intinya mencakup dua hal pokok yaitu kesejahteraan social
yang bersifat jasmani dan rohani.
Manifestasi
dari kesejahteraan sosial dalam Islam adalah bahwa setiap individu dalam Islam
harus memperoleh perlindungan yang mencakup lima hal:
1.
Pertama,
agama (al-dîn), merupakan kumpulan akidah, ibadah, ketentuan dan hukum yang
telah disyari‘atkan Allah SWT untuk mengatur hubungan antara manusia dengan
Allah, hubungan antara sebagian manusia dengan sebagian yang lainnya.
2.
Kedua,
jiwa/tubuh (al-nafs), Islam mengatur eksistensi jiwa dengan menciptakan
lembaga pernikahan untuk mendapatkan keturunan. Islam juga melindungi dan
menjamin eksistensi jiwa berupa kewajiban memenuhi apa yang
menjadikebutuhannya, seperti makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal,
qishash, diyat, dilarang melakukan hal yang bisa merusak dan membahayakan
jiwa/tubuh.
3.
Ketiga,
akal (al-‘aql), melindungi akal dengan larangan mengkonsumsi narkoba (khamr
dan segala hal yang memabukkan) sekaligus memberikan sanksi bagi yang mengkonsumsinya.
4.
Keempat,
kehormatan (al-‘irdhu), berupa sanksi bagi pelaku zina dan orang yang menuduh
zina.
5.
Kelima,
kekayaan (al-mâl), mengatur bagaimana memperoleh kekayaan dan mengusahakannya,
seperti kewajiban mendapatkan rizki dan anjuran bermua‘amalat, berniaga. Islam
juga memberi perlindungan kekayaan dengan larangan mencuri, menipu,
berkhianat, memakan harta orang lain dengan cara tidak benar, merusak harta
orang lain, dan menolak riba.
Kelima pilar asasi ini menjadi apresiasi, advokasi dan proteksi Islam dalam
rangka mewujudkan kesejahteraan sosial. Berkenaan dengan perlindungan jiwa,
harta dan kehormatan manusia, Allah berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
ءَامَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا
نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا
أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ
الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ(11)
Hai
orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain
(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang
mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita
lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik
dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan
janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk
panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang
tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim (al-Hujurât: 11)
Menghina orang lain adalah perbuatan yang tercela. Orang
yang menghina belum tentu lebih baik dari yang dihina. Seringkali ada orang
menghina orang lain karena alasan kedengkian, kecemburuan. Penghinaan juga
bisa berakibat fatal seperti adu mulut, perkelahian hingga pembunuhan. Dalam
tayangan di media massa, banyak sekali kasus perkelahian, baik perkelahian
tunggal maupun pengeroyokan hingga perkelahian massal yang mengakibatkan
korban luka dan meninggal berjatuhan,pembunuhan yang bermula dari sebuah
penghinaan. Orang yang dihina, terutama jika penghinaan itu terjadi di depan
publik, bisa menuntut ke muka pengadilan karena merasa harga dirinya
direndahkan.
E.
PANDANGAN ISLAM TERHADAP KEMISKINAN, KEBODOHAN DAN
PENGANGGURAN
Harus kita akui bahwa kemiskinan muncul bukan
lantaran persoalan ekonomi saja, tapi karena persoalan semua
bidang: struktural, politik, sosial, dan kultural, dan
bahkan pemahaman agama.
Kita pun tahu dampak
dari adanya kemiskinan ini, seperti kriminalitas, kekerasan dalam rumah tangga,
perampokan, patologi, dan lain sebagainya, di mana semua itu semakin hari
semakin meningkat saja intensitasnya di sekitar kita. Tak mudah seperti membalikkan
telapak tangan untuk mengatasi kemiskinan. Diperlukan semua segi, di antaranya
ekonomi, kesehatan, pendidikan, kebudayaan, teknologi, dan tentu saja,
ketenagakerjaan. Selain itu ada segi lain yang tak boleh kita lupakan juga
dalam mengatasi masalah ini, yaitu agama. Islam memberikan pesan-pesannya
melalui dua pedoman, yaitu Alquran dan Hadits. Melalui keduanya kita dapat mengetahui bagaimana agama (Islam) memandang kemiskinan.
Alquran menggambarkan
kemiskinan dengan 10 kosakata yang berbeda, yaitu al-maskanat (kemiskinan),
al-faqr (kefakiran), al-’ailat (mengalami kekurangan), al-ba’sa (kesulitan
hidup), al-imlaq (kekurangan harta), al-sail (peminta), al-mahrum (tidak
berdaya), al-qani (kekurangan dan diam), al-mu’tarr (yang perlu dibantu) dan
al-dha’if (lemah). Kesepuluh kosakata di atas menyandarkan pada satu arti/makna
yaitu kemiskinan dan penanggulangannya. Islam menyadari bahwa dalam kehidupan
masyarakat akan selalu ada orang kaya dan orang miskin (QS An-Nisa/4: 135).
Sungguh, hal itu memang sejalan dengan sunatullah (baca: hukum alam) sendiri.
Hukum kaya dan miskin sesungguhnya adalah hukum universal yang berlaku bagi
semua manusia, apa pun keyakinannya. Karena itu tak ubahnya seperti kondisi
sakit, sehat, marah, sabar, pun sama dengan masalah spirit, semangat hidup,
disiplin, etos kerja, rendah dan mentalitas.
Kemiskinan, menurut Islam, disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya karena keterbatasan untuk berusaha (Q.S. Al-Baqarah/2: 273), penindasan (QS Al-Hasyr/59: 8), cobaan Tuhan (QS Al-An’am/6: 42), dan pelanggaran terhadap hukum-hukum Tuhan (QS Al-Baqarah/2: 61). Namun, di negara kita sesungguhnya faktor-faktor di atas sudah mulai dibenahi, walaupun ada yang secara sungguh-sungguh maupun setengah-setengah.
Kemiskinan, menurut Islam, disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya karena keterbatasan untuk berusaha (Q.S. Al-Baqarah/2: 273), penindasan (QS Al-Hasyr/59: 8), cobaan Tuhan (QS Al-An’am/6: 42), dan pelanggaran terhadap hukum-hukum Tuhan (QS Al-Baqarah/2: 61). Namun, di negara kita sesungguhnya faktor-faktor di atas sudah mulai dibenahi, walaupun ada yang secara sungguh-sungguh maupun setengah-setengah.
Mulai dari program
pemerintah dan masyarakat sendiri sama-sama berjuang memerangi kemiskinan.
Tapi, harus disadari bahwa perjuangan melawan kemiskinan di negara kita, apa
pun caranya, sesungguhnya sama dengan perjuangan seumur hidup. Masih panjang
sekali perjalanan untuk mencapai hasilnya. Mengapa demikian?
Karena kenyataan di
lapangan berbeda dengan hasil data survey penelitian. Di atas kertas angka
kemiskinan di negeri ini berhasil diturunkan, namun dalam perkembangan lebih
lanjut juga memperlihatkan peningkatan.
Kembali
pada persoalan hukum alam di atas tentang keniscayaan adanya orang kaya dan
orang miskin, maka sudah sepatutnya orang kaya (termasuk pemerintah) membantu
orang miskin. Menurut Islam, dengan adanya bantuan orang kaya tersebut, agar
orang miskin tidak terjerumus ke dalam perbuatan yang dapat merendahkan
martabatnya sendiri (QS Al-Baqarah/2: 256). Islam sesungguhnya telah menyadari
bahwa terkadang kefakiran (dan kemiskinan) akan menjadikan manusia pada
kekufuran.
Untuk itu Islam pun memberikan sumbangsih solusi penanggulangan kemiskinan
dengan dua model:
(1) wajib dilakukan dan
(2) anjuran.
Adapun yang mesti
dilakukan adalah zakat (QS At-Taubah/9: 103), infak wajib yang sifatnya
insidental (QS Al-Baqarah/2: 177), menolong orang miskin sebagai ganti kewajiban
keagamaan, misalnya membayar fidyah (QS Al-Baqarah/2: 184), dan menolong orang
miskin sebagai sanksi terhadap pelanggaran hukum agama (misalnya membayar
kafarat dengan memberi makan orang miskin) (QS Al-Maidah/5: 95). Sedang yang
bersifat anjuran untuk dilakukan adalah sedekah, infak, hadiah, dan
lain-lainnya. Tentu saja semua hal di atas dilakukan bagi orang yang mampu
secara finansial. Namun, bagi yang tidak mampu pun dalam hal itu diwajibkan
juga, yaitu dengan memberikan nasihat, spirit, dan motivasi kepada kalangan
rakyat jelata
Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada 2005 bahwa dana yang dihasilkan dari zakat, infak,
dan sedekah saja dalam satu tahun telah mencapai Rp 19,3 triliun. Hasil di atas
mengindikasikan bahwa jika dana tersebut dikelola dan disalurkan dengan baik
dan profesional maka akan membantu menyejahterakan orang-orang miskin. Angka di
atas baru dihasilkan dari kaum muslim saja. Andai digabungkan dengan masyarakat
agama lain tentu angkanya akan lebih besar lagi.
Pada
zaman Rasulullah sendiri orang-orang miskin memperoleh bantuan materi dari kas
negara yang ditangani secara profesional. Oleh karena itu sudah sepatutnya
pemerintah dan masyarakat (beragama) Indonesia bersinergi menanggulangi
kemiskinan dengan mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan negara dan
masyarakat. Lembaga-lembaga yang dikelola oleh kaum muslim seperti BASIZ,
LAZIS, Baznas, dan masih banyak lagi harus didukung program dan kinerjanya baik
oleh pemerintah maupun masyarakat. Dan dengan adanya dukungan penuh dari kedua
belah pihak maka lembaga-lembaga semacam itu akan berdaya secara optimal dan
professional.
Islam
sesungguhnya sudah sangat jelas memberikan solusi untuk menangani masalah
kemiskinan. Tinggal saat ini bagaimana kita mau atau sudah melaksanakannya atau
tidak. Jika memang sudah, apakah kita masih konsisten melaksanakannya? Dalam
Hadis Qudsi dikatakan bahwa Allah sesungguhnya memberikan solusi bagi orang
yang konsisten dalam melakukan sesuatu yang benar meskipun dilakukannya sedikit
demi sedikit.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Akhlak adalah hal yang terpenting dalam
kehidupan manusia karena akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku,
tabi’at, perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam
hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama makhluk. Akhlak ini merupakan hal
yang paling penting dalam pembentukan akhlakul karimah seorang manusia. Dan
manusia yang paling baik budi pekertinya adalah Rasulullah S.A.W.
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu seorang
sahabat yang mulia menyatakan: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
adalah manusia yang paling baik budi pekertinya.” (HR.Bukhari dan Muslim).
B.
Saran
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat khususnya
bagi penyusun dan bagi pembaca semuanya. Serta diharapkan, dengan
diselesaikannya makalah ini, baik pembaca maupun penyusun dapat menerapkan
akhlak yang baik dan sesuai dengan ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari.
Walaupun tidak sesempurna Nabi Muhammad S.A.W , setidaknya kita termasuk
kedalam golongan kaumnya
DAFTAR PUSTAKA
Ø https://reynandorico.blogspot.co.id/2017/05/makalah-akhlak-sosial.html
Ø http://naghata.blogspot.co.id/2009/02/kesejahteraan-sosial-dalam-islam.html
Ø read:https://reynandorico.blogspot.com/2017/05/makalah-akhlak-sosial.html
Komentar
Posting Komentar