Perkembangan Kemandirian Dan Penyesuaian Diri Perserta Didik
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Peserta
didik menjadi pokok persoalan dan tumpuan perhatian dalam semua proses
transformasi yang disebut pendidikan. Sepanjang masa hidupnya, manusia
mengalami perkembangan dari sikap tergantung kearah kemandirian. Pada mulanya
seorang anak akan tergantung kepada orang-orang disekitarnya terutama orang tua
hingga waktu tertentu. Kemudian secara perlahan-lahan anak melepaskan
ketergantungan sehingga tercapailah kemandirian. Tercapainya kemandirian akan menjadikan
seseorang tidak tergantung pada orang-orang disekitarnya, anak akan mampu
mengatur dirinya secara bertanggung jawab mengambil keputusan secara mandiri
juga mampu memaknai seperangkat prinsip-prinsip nilai. Pencapaian kemandirian
bukanlah hal yang mudah bagi remaja, namun kemandirian tetap harus diraih
karena kemandirian akan memberikan dampak yang positif bagi perkembangan
selanjutnya.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan kemandirian ?
2.
Apa yang dimaksud dengan penyesuain diri
?
C.
Tujuan
Penulisan
Kemandirian
tidak hanya didapatkan oleh remaja saat berada di rumah, namun kemandirian
juga didapatkan di sekolah.
BAB II
Perkembangan Kemandirian dan Penyesuaian Peserta Didik
A.
Kemandirian
a.
Pengertian kemandirian
Istilah
“kemandirian” berasal dari kata dasar “diri” yang mendapat awalan “ke” dan
akhiran “an”, kemudian membentuk satu kata keadaan atau kata benda. Karena
kemandirian berasal dari kata “diri”, maka pembahasan mengenai kemandirian
tidak bisa lepas dari pembahasan tentang perkembangan diri itu sendiri, yang
dalam konsep Carl Rogers disebut dengan istilah self, karena diri itu merupakan
inti dari kemandirian Dengan demikian dapat dipahami bahwa kemandirian atau
otonomi adalah kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur pikiran, perasaan dan
tindakan sendiri secara bebas serta berusaha sendiri untuk mengatasi
perasaan-perasaan malu dan ragu-ragu.(Desmita, 2011:185).
Menurut
Desmita (2009: 184) perkembangan kemandirian merupakan masalah penting
sepanjang rentang kehidupan manusia. Perkembangan kemandirian sangat
dipengaruhi oleh perubahan-perubahan fisik, yang pada gilirannya dapat memicu
terjadinya perubahan emosional, perubahan kognitif yang memberikan pemikiran
logis tentang cara berpikir yang mendasari tingkah laku, serta perubahan nilai
dalam peran sosial melalui pengasuhan orangtua dan aktivitas individu.
b.
Bentuk-bentuk Kemandirian
Berdasarkan
pendapat Robert Havighurst dalam Desmita (2009: 186) membedakan kemandirian
atas lima bentuk kemandirian, yaitu sebagai berikut:
a) Kemandirian
emosi, yaitu kemampuan mengontrol emosi sendiri dan tidak tergantungnya
kebutuhan emosi pada orang lain.
b) Kemandirian
ekonomi, yaitu kemampuan mengatur ekonomi sendiri dan tidak tergantungnya
kebutuhan ekonomi pada orang lain.
c) Kemandirian
intelektual, yaitu kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.
d) Kemandirian
sosial, yaitu kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak
tergantung pada aksi orang lain.
Bentuk
kemandirian diatas merupakan faktor yang sangat mempengaruhi suatu kemandirian
peserta didik, dimana yang dimulai dari kemandirian emosi, ekonomi,
intelektual, dan sosial.
Steinberg
dalam Desmita (2009: 186), karateristik kemandirian ada tiga bentuk, antara
lain sebagai berikut :
1.
Kemandirian emosional (emotional
autonomy), yakni kemandirian yang menyatakan perubahan kedekatan hubungan
emosional antar individu, seperti hubungan emosional peserta didik dengan guru
atau dengan orangtuanya.
2.
Kemadirian tingkah laku (behavioral
autonomy), yakni suatu kemampuan untuk membuat keputusan tanpa tergantung pada
orang lain dan melekukannya secara bertanggung jawab.
3.
Kemandirian nilai (value autonomy),
yakni kemampuan memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan salah, tentang
apa yang pennting dan apa yang tidak penting.
c.
Tingkatan dan Karakteristik Kemandirian
a. Tingkat
pertama, adalah tingkat impulsif dan melindungi diri. Ciri-cirinya yaitu peduli
terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya dengan
orang lain, cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya.
b. Tingkat
kedua, adalah tingkat konformistik. Ciri-cirinya yaitu peduli terhadap
penampilan diri dan penerimaan sosial, dan merasa berdosa jika melanggar
aturan.
c. Tingkat
ketiga, adalah tingkat sadar diri. Dimana mampu berpikir alternatif dan menekankan pada pentingnya memecahkan masalah.
d. Tingkat
keempat, adalah tingkat saksama (conscientious). Cirri-cirinya yaitu mampu
melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan, kemudian sadar akan
tanggung jawab.
e. Tingkat
kelima, adalah tingkat individualitas. Ciri-cirinya yaitu kesadaran akan
konflik emosional antara kemandirian dan ketergantungan, peduli akan
perkembangan dan masalah sosial-sosial.
f. Tingkat
keenam, adalah tingkat mandiri. Ciri-cirinya yaitu cenderung bersikap realistik
dan objektif terhadap diri sendiri dan orang lain.
d.
Pentingnya Kemandirian Bagi Peserta
Didik
Pentingnya
kemandirian bagi peserta didik, dapat dilihat dari situasi kompleksitas
kehidupan dewasa ini, yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi
kehidupan peserta didik. Banyak pengaruh-pengaruh terhadap peserta didik
seperti perkelahian, mengarah pada tindakan criminal, penyalah gunaan obat dan
alcohol. Dalam konteks proses belajar, terlihat adanya fenomena peserta didik
yang kurang mandiri dalam belajar sehingga menimbulkan gangguan menatal setelah
memasuki pendidikan lanjutan, kebiasaan belajar yang kurang baik ( seperti
menyontek, membolos, belajar hanya pada saat akan menjelang ujian, dan mencari
bocoran-bocoran).
Fenomena-fenomena
diatas, menuntut dunia pendidikan untuk mengembangkan kemandirian peserta
didik. Sunaryo kartadinata dalam Desmita (2009: 189) menyebutkan beberapa
gejala yang berhubungan dengan permasalahan kemandirian yang perlu mendapat
perhatian dunia pendidikan, yaitu :
1.
Ketergantungan disiplin kepada kontrol
luar dan bukan karena niat sendiri yang ikhlas.
2.
Sikap tidak peduli terhadap lingkungan
hidup.
3.
Sikap hidup konformistis tanpa pemahaman
dan konformistik dengan mengorbanan prinsip.
e.
Perkembangan Kemandirian Peserta Didik
dan Implikasinya Bagi Pendidik
Kemandirian
adalah kecakapan yang berkembangan sepanjang rentang kehidupan individu yang
sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman dan pedidikan. Oleh sebab itu,
pendidikan disekolah perlu melakukan upaya-upaya pengembangan kemandirian
peserta didik (Desmita, 2009: 190), diantaranya:
1.
Mengembangkan proses belajar mengajar
yang demokratis, yang memungkinan
anak merasa dihargai.
2.
Mendorong anak untuk berpartisipasi
aktif dalam pengambilan keputusan dan dalam
kegiatan sekolah.
3.
Memberi kebebasan kepada anak untuk
mengeplorasi lingkungan, mendorong rasa ingin tahu mereka.
4.
Penerimaan positif tanpa syarat
kelebihan dan kekurangan anak, tidak membeda-bedakan
antara anak yang satu dengan yang lain.
5.
Menjalin hubungan yang harmonis dan
akrab dengan anak.
B.
Penyesuaian diri
a.
Pengertian Penyesuaian Diri
Baum
dalam Desmita (2009: 193), tingkah laku penyesuaian diri diawali dengan stress,
yaitu suatu keadaan di mana lingkungan mengancam atau membayakan keberadaan
atau kesejahteraan atau kenyamanan diri seseorang.
Menurut
Voleman (1971), berfungsinya self system pada seseorang melibatkan beberapa
asumsi-asumsi yang dibuat sendiri oleh individu yang bersangkutan.
Asumsi-asumsi tersebut meliputi:
1.
Reality assumption, yaitu pandangan
individu mengenai dirinya sendiri, apa yang dipikirkanya, siapa dirinya dan apa
sebenarnya sifat-sifat dari lingkungannya.
2.
Possibility assumption, yaitu pandangan
individu mengenai hal-hal yang mungkin tentan perubahan-perubahan, tentang
kesempatan pengembangan diri dan hubungannya degan lingkungan sosialnya.
3.
Value assumption, yaitu pandangan
individu tentang baik dan buruk, salah dan benar, tentang yang diakui dan yang
tidak diakui.
Asumsi-asumsi
inilah yang akhirnya membentuk; frame of reference yang merupakan suatu
pandangan yang menetap pada diri individu dalam hubunganya dengan lingkungan,
serta merupakan hal penting untuk mengarahkan tingkah laku individu tersebut.
Dalam beberapa hal frame of reference yang dimiliki individu merupakan dasar
untuk mengevaluasi pengalaman-pengalaman baru, untuk Coping dengan dunianya.
Perbedaan
individu ini menyebabkan konsep penyesuaian diri menjadi relative sifatnya,
sehingga tidak dapat dibuat suatu pilihan cara-cara dalam menghadapi stress
tertentu secara pasti. Menurut Schneider (1964), cara dalam menghadapi diri itu
dikatakan relative karena:
1.
Penyesuaian diri dirumuskan dan
dievaluasi dalam pengertian kemauan
seseorang untuk mengubah atau untuk mengatasi tuntutan yang mengganggunya. Kemampuan
ini berubah-ubah sesuai dengan nilai-nilai kepribadian dan tahap
perkembangannya.
2.
Kualitas dari penyesuaian diri
berubah-ubah terhadap beberapa hal yang berhubungan dengan masyarakat dan kebudayaan.
3.
Adanya variasi tertentu pada individu.
b.
Aspek-Aspek Penyesuain Diri yang Sehat
Penyesuaian
diri yang sehat lebih merujuk pada konsep “sehat”nya kehidupan pribadi
seseorang, baik dalam hubungannya dengan diri sendiri, dengan orang lain,
maupun dengan lingkungannya. System penyesuaian diri ini merupakan kondisi
untuk mengembangkan diri secara optimal.
Mengacu
pada beberapa konsep tentang sehatnya
kepribadian individu yang diajukan oleh beberapa ahli, seperti kepribadian
normal (Chole, 1953), kepribadian produktif (Fromm dan Gilmore, 1974), maka secara
garis besar penyesuaian diri yang sehat dapat dilihat dari empat aspek
kepribadian, yaitu:
1.
Kematangan emosional mencakup
aspek-aspek:
a.
Kemantapan suasana kehidupan emosional.
b.
Kemantapan suasana kehidupan kebersamaan
dengan orang lain.
c.
Kemampuan untuk santai, gembira dan
menyatakan kejengkelan.
d.
Sikap dan perasaan terhadap kemampuan
dan kenyataan diri sendiri.
2.
Kematangan intelektual mencakup
aspek-aspek:
a.
Kemampuan mencapai wawasan diri sendiri.
b.
Kemampuan memahami orang lain.
c.
Kemampuan mengambil keputusan.
d.
Keterbukaan dalam mengenal lingkungan.
3.
Kematangan sosial mencakup apek-aspek:
a.
Keterlibatan dalam partisipai sosial.
b.
Kesediaan kerja sama.
c.
Kemampuan kepemimpinan.
d.
Sikap toleransi.
e.
Keakraban dalam pergaulan.
4.
Tanggung jawab mencakup aspek-aspek:
a.
Sikap prosuktif dalam mengembangkan
diri.
b.
Melakukan perencanaan dan
melaksanakannya secara fleksibel.
c.
Sikap altruism, empati, bersahabat dalam
hubungan interpersonal.
d.
Kesadaran akan etika dan hidup jujur.
e.
Melihat perilaku dari segi konsekuensi
atas dasar system nilai.
f.
Kemampuan bertindak independen.
c.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Penyesuain Diri
Faktor-faktor
yang mempengaruhi penysuaian diri dilihat dari konsep psikogenik. Psikogenik
memandang bahwa penyesuaian diri di pengaruhi oleh riwayat kehidupan sosial
individu terutama pengalaman khusus yang membentuk perkembangan psikologis. Desmita
(2009: 196), pengalaman khusus ini lebih banyak berkaitan dengan latar belakang
kehidupan keluarga, antara lain menyangkut sebagai berikut:
1.
Hubungan orangtua-anak
Merujuk
pada iklim hubungan sosial dalam keluarga, apakah hubungan tersebut bersifat
demokratis atau otoriter.
2.
Iklim intelektual keluarga
Merujuk
pada sejauhmana iklim keluarga memberikan kemudahan bagi perkemmabangn
intelektual ank, pekembangan berfikir logi atau irasional.
3.
Iklim emosional keluarga
Merujuk
pada sejauhmana stabilitas hubungan dan komunikasi di dalam keluarga terjadi.
Sementara
itu dilihat dari konsep sosiopsikogenik, penyesuaian diri dipengaruhi oleh
faktor iklim lembaga sosial dimana individu terlibat didalamnya, (Desmita,
2009: 197), antara lain sebagai berikut:
·
Merujuk pada iklim hunbungan sosial
dalam sekolah.
·
Iklim inteletual sekolah
Merujuk
pada sejauh mana perlakuan
guru terhadap siswa dalam memberikan kemudahan bagi perkembangan intelektual
siswa sehingga tumbuh perasaan kompeten.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Ada
hubungan positif antara kemandirian dan penyesuaian diri dalam proses
pembelajaran di suatu lingkungan pendidikan. Manusia tidak dilahirkan dalam
keadaan telah mampu menyesuaikan diri, maka penyesuaikan diri terhadap
lingkungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan memerlukan proses yang cukup
unik. Proses penyesuaian diri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (1) hubungan orangtua-anak (2) iklim
intelektual keluarga (3) iklim emosional keluarga. Dari konsep sosiopsikogenik,
penyesuaian diri dipengaruhi oleh faktor iklim lembaga sosial dalam lingkungan
pendidikan (1) hubungan guru dengan siswa (2) iklim intelektual sekolah.
B.
Saran
a.
Peserta didik dapat belajar dengan
mandiri.
b.
Peserta didik dapat belajar secara demokratis.
DAFTAR PUSTAKA
§ Desmita.
2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Komentar
Posting Komentar